Wednesday, December 17, 2008

Surya Wirawan a.k.a Yoyok, SOLO EXHIBITION


Sumur Butuh Banyu, Cat Air, 20cm x 27 cm, 2007
Rambu Terakhir, Etsa, 10cm x 15cm, 2004


Kartu Pos, Woodcut, 10,5cm x 15cm, 2003



Emblem, Linocut, 7,5cm x 10,5cm, 2003



Dipaksa Memberi, Drawing-pena, 18,5cm x 27,5cm, 2001




Aris Manyul & Hestu, Perfoming arts, Kedai kebun, 2008


Art Exhibition of Surya Wirawan 2000 - 2008

5 - 31 Desember 2008

at Kedai Kebun Forum, Jl. Tirtodipuran No 3 Yogyakarta

Opening : 5 December 2008, 07.30 pm

Performing by :

- Aris Manyul, Hestu and Liliek W.A from LBK Taring Padi

band by :

Dendang Kampungan and Jamur Tlethong Congdut


Detail dalam Kesederhanaan

Pameran Seni Rupa Surya Wirawan 2000-2008

Ruang Pameran Kedai Kebun Forum, Jl. Tirtodipuran No. 3, Yogyakarta

Jumat malam, tanggal 5 Desember 2008, ada pembukaan pameran Surya Wirawan di Kedai Kebun Forum Jogja. Walau aku tidak menerima undangan, hanya mendapat kabar melalui surel yang dikirimkan KKF (Kedai Kebun Forum), ada sesuatu yang kuat mendorongku untuk dating ke acara tersebut.

“Mas Yoyok pameran”. Demikianlah berita yang kudengar dari seorang teman yang menerima undangan yang diantarkan secara langsung oleh yang bersangkutan, Surya Wirawan. Ada nada keterkejutan dan keseganan dalam lontaran tersebut. Segera saja temanku menyambung lontarannya dengan penjelasan seperti apakah Mas Yoyok dan kehidupan yang dipilihnya. Tentu saja, ini membuatku semakin penasaran.

Setibaku di KKF, aku langsung menyambangi Bu Neni, pemilik sekaligus pengelola gedung yang menyenangkan itu. Dari beliau, aku mendapatkan informasi bahwa ini adalah pameran tunggal pertama “Komo”, julukan Surya Wirawan sejak ia mulai belajar di ISI Yogyakarta, tahun 1991. Selama ini, sebagaimana tertera dalam data diri Mas Yoyok –demikian aku lebih suka memanggilnya- ia memang aktif dalam berbagai pameran bersama sejak tahun 1992 hingga 2008. Hanya 2 tahun, yaitu 1993-1994, ia tidak berpameran sama sekali.

Berbagai karya dalam berbagai tehnik; drawing-pena, cat air, etsa, etsa-aquatint, woodcut, linocut, sablon emblem, sablon mug dalam 10 seri dengan 3 unit mug untuk masing-masing seri dipajang di ruangan berukuran 6 m x 9 m x 3 m tersebut. Yang mengagumkan kehalusan dan detail penggarapan Mas Yoyok dalam tiap karyanya. Gradasi warna, penggaran etsa, linocut, dan woodcut, juga penggunaan cat air di atas kertas yang tampak halus sekali ditampilkan oleh Mas Yoyok yang merupakan salah satu pendiri LBK Taring Padi.

Beberapa karya berupa serangkaian gambar yang bisa disebut komik juga dipajang. Sebagian besar komik tersebut mengambil tokoh Gareng dan Petruk (dua orang tokoh Punokawan dalam kisah pewayangan Jawa). “Mereka adalah tokoh yang melukiskan masyarakat pada umumnya atau ‘wong cilik’ dalam istilah Jawa”, ujar Mas Yoyok ketika kukonfirmasi mengenai hal itu. Memang pada babak terakhir dari proses penciptaan sejak tahun 2000 hingga 2008, Mas Yoyok memunculkan tokoh baru ciptaanya dengan nama “Yoyo”, seorang tukang becak lengkap dengan keluarganya yang “menyekolahkan” (menggadaikan dalam istilah yang umum dipakai masyarakat Jogja, pen) untuk memenuhi biaya sekolah anaknya semata wayang saat tahun ajaran baru dimulai.

Kesederhanaan Mas Yoyok tampak dalam tema-tema dan kisah-kisah yang diangkat dalam karya-karyanya. Ya, kisah yang biasa saja kita lihat dalam keseharian hidup kita yang selama ini kita anggap “normal” atau “wajar” terjadi; polisi yang menilang, tukang becak yang sulit mendapatkan penumpang, pengendara motor yang memacu sepeda motor saat lamu kuning sudah mulai menyala, dan banyak lagi. Namun, ketika kisah tersebut diangkat dalam karya seni rupa yang dipajangkan di ruang pamerang, Mas Yoyok seolah mengajak kita untuk berpikir ulang tentang ukuran atau patokan nilai “normal” dan “wajar” tersebut.

Dan, pembukaan pameran yang dihadiri sekitar 100 orang ini turut pula diramaikan dengan performance art 3 orang anggota LBK Taring Padi: Hestu, Manyul, dan Lilik. Enam lempeng triplek kecil berbentuk panah dengan bubuk berwarna merah, kuning, biru di atasnya diinjak oleh Manyul yang mengenakan celana pendek ketat, topi seperti yang biasa dikenakan Pak Polisi, dan sepatu kulit setinggi betis dengan gaya baris-berbaris. Hestu dengan kemeja biru muda dan sepatu hitam membersihkan setiap debu yang terjejak di lantai dengan penghisap debu saat Manyul berpindah dari satu titik ke titik lainnya dengan mengendap-endap. Pekerjaan Hestu bertambah berat karena Lilik yang telah berhasil terlepas dari belenggu tali tambang mengosak-asik semua lempeng triplek dengan debu warna tersebut dan berlari meninggalkan perbuatannya. Setelah saling bertanya “Kemana?” dan “Dimana?” antara Manyul dan Hestu, Manyul pun pergi melenggang dan disusul Hestu dengan membiarkan penghisap debunya tetap menyala. Sembari menikmati penganan, kopi, dan teh, para pengunjung, kemudian, disuguhi bingarnya music rock oleh Dendang Kampungan dan Dangdut rock oleh Jamur Thletong Congdut.

Dibalik hingar bingar musik dan yang memenuhi seluruh gedung dan kegembiraan audience atas berpamerannya Mas Yoyok setelah sekian lama, Mas Yoyok dalam kemeja putih bermotif garis-garis halus, celana panjang kain, sepatu, dan peci hitam, kesederhanaan yang detail tentang kisah keseharian kita tetap saja nyata dalam ruang pameran KKF yang berlangsung selama 27 hari; 5 – 31 Desember 2008.

Yogyakarta, 7 Desember 2008

OPée (indonesia art News Contributor)

Sumber: Katalog Pameran Seni Rupa Surya Wirawan 2000-2008 dan Wawancara dengan Surya Wirawan

No comments: